Tetap Ilmu Padi Abangku

Tetap Ilmu Padi Abangku

Dikisahkan dalam kitab Hasyiyyah Al-‘Allamah Ibnu Hamdun:

Ketika Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Malik atau lebih dikenal dengan julukan “Ibnu Malik” tengah mengarang kitab Alfiyyahnya. Saat itu beliau telah menulis bait yang berbunyi:

فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ (kitab ini dapat mengungguli kitab alfiyah karya Ibnu Mu’thi dengan seribu bait), seketika beliau terhenti dan tak mampu menyempurnakan bait tersebut. Inspirasi beliau tiba-tiba menghilang dan tak sanggup melanjutkan penggalan kedua dari bait itu. Seolah semua yang ada dalam benak baliau lenyap begitu saja, bahkan berlangsung sampai beberapa hari.

Dan akhirnya pada suatu malam beliau bertemu seseorang di dalam mimpinya. Orang itu pun bertanya: “Aku mendengar sepertinya engkau tengah mengarang kitab Alfiyah?”.

“Benar” sahut Ibnu Malik.

“Sudah sampai mana kamu menulisnya?” orang itu bertanya kembali.

Ibnu Malik pun menjawab “فَائِقَةً لَهَا بِأَلْفِ بَيْتٍ”.

Lantas orang itu bertanya kembali “Apa yang membuatmu terhenti pada bait ini?”

“Aku lesu dan tak mampu untuk melanjutkannya selama beberapa hari ini” jawab beliau lagi.

“Apakah engkau ingin menyempurnakannya?” tanya orang itu.

“Ya” sahut beliau.

Lalu orang itu pun menyambung bait yang terpotong itu dengan bait yang berbunyi:

وَاْلحَيُّ قَدْ يَغْلِبُ أَلْفَ مَيِّتٍ

(terkadang orang hidup memang bisa menaklukkan seribu orang mati)

Penasarang dengan orang yang muncul di dalam mimpinya ini, segera Ibnu Malik memastikan dan bertanya, “Apakah engkau adalah Ibnu Mu’thi?”

Orang itu pun menjawab “Iya”.

Seketika beliau pun sadar apa yang telah diperbuat kurang tepat dan kurang pantas. Keesokan harinya beliau pun membuang potongan bait tersebut dan menggantinya dengan 2 bait fenomenal yang menjadikan Alfiyah beliau berjumlah 1002 bait, yang berbunyi:

وَهْوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلاً # مُسْتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلاَ

وَاللهُ يَقْضِي بِهِبَاتٍ وَافِرَهْ # لِي وَلَهُ فِي دَرَجَاتِ الآخِرَهْ

Apapun capaian prestasimu, sehebat apapun itu, akan menjadi rendah ketika disikapi dengan kecongkakan.

Kontributor: Ust. M. Rian Luthfi Hanif

Bagikan :

Tambahkan Komentar Baru

 Komentar Anda berhasil dikirim. Terima kasih!   segarkan
Kesalahan: Silakan coba lagi